Bagian 1: Cuma nambah Puasa dan Taraweh saja
Aku yakin, kita semua memiliki banyak sekali kenangan indah di bulan Ramadhan ketika kita semua masih kecil. Di masa itu, kita masih sangat antusias dalam menjalankan berbagai kegiatan di bulan Ramadhan.
Banyak sekali hal spesial yang kita jalani. Saling membangunkan sahur, buka bersama, berburu takjil dengan para cici Cina, belajar di TPA, melaksanakan shalat tarawih dan mengikuti lomba serta acara yang diadakan oleh masjid.
Apalagi ketika sudah mendekati waktu lebaran, kemeriahan itu semakin terasa, diiringi dengan suara takbiran dari banyak masjid yang saling bersautan, kembang api yang dinyalakan bocah-bocah kampung, mercon yang meledak dimana-mana, dan kebahagiaan yang memuncak dari seluruh umat muslim.
Tapi itu semua dulu, ketika kita masih kecil.
Sekarang?
Coba jujur saja, apakah kamu seantusias dulu dalam menyambut bulan Ramadhan? Aku yakin jawabannya tidak, karena aku sendiri begitu. Bagiku sekarang, tak ada yang spesial dari Ramadhan selain menahan lapar dari subuh hingga maghrib, kemudian ada bonus shalat 11 rakaat (atau 23) di akhir malam.
Berbagai masalah dan tanggung jawab harian itu ya nggak ada liburnya, tetap wajib kita laksanakan dan jalani seperti biasa. Kita tetap menjalani rutinitas membosankan sialan itu seperti biasa.
Iya, aku tahu betapa luar biasa keistimewaan bulan Ramadan dari apa yang Al-quran dan Nabi sudah jelaskan, kita semua tahu, tapi aku bukan mau membahas dari sisi itu.
Pertanyaannya di sini adalah “Kemana perginya nuansa Ramadhan yang kita punya di masa kecil itu?”
Sehari sebelum Ramadhan, masjid kampungku mengadakan kajian pra-Ramadhan yang dikhususkan untuk seluruh warganya. Seluruh masyarakat baik dari anak kecil hingga mbah-mbah berkumpul di ruangan masjid setelah Isya.
Di situ, ustadz menjelaskan, “Penyebab ramadhan tak sama lagi manisnya seperti dahulu adalah karena isi hati kita yang tak mendukung di masa dewasa, tepatnya, hati kita sudah lama berkarat, sehingga ketika Ramadhan datang, hati kita tak siap untuk menghadapinya.
Kenapa ketika kita masih kecil, kita semangat sekali menyambut bulan Ramadhan dan beribadah di dalamnya? Karena hati kita ketika itu masih murni.”
Mengingat kelakuanku dulu yang begajulan, ramai di Masjid dan hobi main mercon, aku terkekeh. Tapi poin beliau mengenai semangat ibadah itu juga tak salah.
Ya betul. Makin dewasa, makin banyak dosa, kan?
Kemudian beliau memperjelas poinnya lagi. “Hati itu ibaratkan wadah. Ibadah itu ibaratkan airnya. Jikalau kita menuang air ke dalam wadah berkarat dan kita minum darinya, apakah nikmat rasanya? Oh tentu tidak. Langsung kejang-kejang.
Maka apa yang harus kita lakukan untuk membersihkan wadah berkarat itu? Ada 2 cara: Mengingat mati dan banyak membaca Quran.” Lalu beliau menyebutkan dalilnya dari perkataan seorang ulama, aku lupa mencatatnya.
Dari kajian 30 menit tersebut, semua poin beliau benar dan aku relate dengan seluruh perkataannya, namun aku belum puas. Aku merasa, aku harus menambahkan beberapa poin lagi. Jika beliau menyampaikan poin utama, maka aku ingin menambahkan catatan tambahannya.
Seusai dari kajian, aku kembali merenungi semuanya. Gimana ya caranya mengembalikan kemeriahan Ramadhan itu di usia dan rutinitas kita yang sekarang?
Bagian 2: Ciptakan Momenmu Sendiri
Akhirnya aku menemukan kesimpulannya ketika sedang berak di kamar mandi. Kuncinya satu: Ciptakan momen spesial.
Kenapa sih rasanya memori Ramadhan di masa kecil itu terasa indah sekali jika kita putar ulang di benak kita?
Karena ada momen spesialnya. Ada momen berkesan nya. Ada kegiatan yang spesial yang tak ada di bulan-bulan lainnya.
Kenapa Ramadhan kita sekarang terasa datar dan biasa saja? Karena tak ada rutinitas spesial baru selain menambah porsi ibadah kita. Berbagai rutinitas wajib lain seperti kuliah, kerja dan sebagainya tetap berjalan seperti biasa.
Bulan Ramadhan itu sendiri merupakan momen spesial, namun tentu saja harus didukung dengan faktor-faktor pendukung lainnya yang bisa membuatnya lebih menyenangkan dan menarik.
Maka cara agar nuansa hangat Ramadhan itu kembali mengisi relung hati berkarat kita ini adalah dengan menciptakan momen spesial kita sendiri.
Coba carilah kegiatan baru yang tak kamu lakukan di bulan lainnya (di samping ibadah yang ekstra ya).
Aku pribadi, setiapkali Ramadhan tiba, selalu berusaha untuk mencari kesempatan untuk berkontribusi dengan berbagai kegiatan masjid seperti mengajar TPA, menjadi panitia lomba atau kajian dan berbagai aktivitas sosial lainnya.
Ketika aku menjalani aktivitas tersebut, aku meyakinkan diriku bahwa semua momen ini akan berkesan dan diingat di kemudian hari. Karena dengan banyaknya aktivitas spesial tersebut, kita juga otomatis akan merasa lebih hidup dengannya.
Begitu pula denganmu. Kamu juga bisa ciptakan sendiri momen spesialmu sendiri.
Mungkin buka bersama bersama teman? Mungkin bergabung menjadi panitia Ramadhan di kampungmu? Mungkin jadi pengajar di TPA? Dan masih banyak pilihan lainnya, terserah mu. Intinya lakukan hal yang berbeda.
Ini tentang pilihan.
Apakah kamu memilih untuk menciptakan momen itu sendiri. Atau pasrah dan menjalankan Ramadhan secara membosankan dan datar seperti kemarin-kemarin.
Ciptakan sendiri momen spesialmu.
Catatan Tambahan
Jangan lupa. Pada dasarnya, kehadiran bulan Ramadhan adalah anugerah dan kesempatan emas yang tak boleh kamu sia-siakan. Ia adalah bulan Ibadah dimana seluruh amalan dilipat gandakan pahalanya dan Allah sedang membuka pintu ampunannya seluas-luasnya.
Visi utamamu di bulan ini ya memaksimalkan amalanmu di bulan Ramadhan. Satu poin yang aku berikan di atas adalah kunci agar momen ini tetap mengasyikkan dan tak membosankan.
Bukan malah lupa dengan visi utama dan malah sibuk mencari kesenangan yang melalaikan.
Salam, Sehan.