ziyad syaikhan

Andaikan Aku Tahu 3 Hal Ini Sebelum UTBK

Bagian 1: Persiapan Singkat Sebelum UTBK

Aku baru saja melaksanakan UTBK di tanggal 24 kemarin, dan itu adalah suatu pengalaman yang mungkin akan cukup membekas di benakku sampai kedepannya. 


Sebulan sebelum hari itu tiba, aku masih terhitung sangat santai dan minim sekali usaha dalam membekali diriku, entah dari sisi pengetahuan, strategi dan mental. Salah satu alasan aku masih molor meskipun waktu persiapan tinggal sedikit adalah karena aku meremehkan. Ah, gampang saja, kan cuma pengetahuan dasar dan main logika saja, pikirku ketika itu. 

Dua minggu sebelum tiba hari H, aku baru memulai persiapanku. Itupun setelah aku diberi info tentang media belajar khusus UTBK yang cukup praktis, seru dan sangat membantu: Skulling. Dari situ, aku baru mulai latihan mengerjakan soal serta mencoba memahami konsep dari soal UTBK ini.

Dua hari menyicil belajar, akhirnya aku sadar, ini tak semudah yang kubayangkan sebelumnya. Kesadaran tersebut dibarengi dengan kepanikan mendadak. Hanya butuh waktu sepersekian detik untuk pikiran-pikiran negatif memenuhi kepalaku. Mentalku jatuh, staminaku entah mengapa drop, moodku anjlok. Hanya ada satu kata yang menggema di benakku,

“UTEEBEEKAA…KAA..KAAA”

Sisa hari sebelum hari H tersebut benar-benar kumanfaatkan untuk belajar setengah mati. Mengerjakan banyak soal latihan, menonton video pembahasan materi, tak lupa dengan begadangnya. Kadangkala aku mencari reels penghibur dan motivasi di Instagram ketika benar-benar burnout

Dua hari sebelum UTBK, aku sampai di fase pasrah. Tak mampu fokus belajar lagi, meskipun dipaksa. Kini, aku hanya mampu berdoa dan berharap yang terbaik. Semoga saja ada keajaiban yang Tuhan berikan kepada hamba-Nya ini. 

Ketika tiba waktunya, benakku sudah benar-benar kosong. Tak ada kecemasan atau pikiran aneh lagi. Aku hanya mau ini cepat berakhir dan berlalu. 

Ujian dimulai dari jam 7:00 dan ditutup di jam 10:45. Di waktu tiga jam lebih tersebut, aku duduk bersama para peserta lainnya, mengerjakan ratusan soal yang rasanya tak habis-habis. Terutama ketika melewati subtes yang berbasis matematika, aduhai, aku tak mampu berpikir lagi. Apalagi pantatku terasa panas sekali, kontras sekali dengan kepalaku yang beku tertiup pendingin ruangan. 

Ketika petugas mengangkat mic dan mengumumkan bahwa ujian telah usai, aku menghembuskan nafas panjang, mengangkat bokongku yang kesemutan dan berjalan beriringan dengan peserta lainnya keluar ruang ujian. Usai berkemas, aku segera pulang.

Aku hanya ingin segera melempar diri ke kasur, memeluk guling dan melupakan semuanya.

Bagian 2: Pelajaran yang Aku Dapat

Bisa dibilang, ini merupakan pengalaman yang cukup pahit bagiku, tapi aku cukup mendapatkan banyak pelajaran berharga. Terutama masalah berkaitan dalam menghadapi peristiwa penting.

Pertama: Siapkan Segalanya Jauh-jauh Hari. 

Dalam menghadapi suatu hal, tak mungkin kita hanya menyiapkan satu atau dua hal saja, tapi banyak hal. Contohnya ya kasusku ini. Ternyata, untuk menghadapi UTBK tak hanya sekadar menyiapkan bekal materi saja, tapi juga mental, informasi, strategi dan berbagai plan cadangan. 

Andaikan aku mampu membalikkan waktu, aku sudah pasti akan kembali ke waktu setahun lalu dan mulai menyiapkan ulang semuanya. 

Tak hanya di masalah ini, tapi juga di berbagai aspek kehidupan lainnya.

Kita bisa melihat contohnya di mereka para atlet internasional yang bahkan sudah menyiapkan diri dari 4 atau 5 tahun sebelum olimpiade. Tujuannya? Agar raga dan jiwa terbiasa dan tak kaget ketika menghadapi kompetisi sebenarnya.

Kedua: Informasi Adalah Kunci.

Informasi ini tentu saja mencakup strategi, pengetahuan tentang mekanisme lapangan, bahkan cerita para alumni yang telah melewati hal tersebut. Pritilan seperti ini justru bisa sangat membantu kita untuk membuat plan yang lebih matang nantinya. 

Kadangkala, suatu hal terlihat jauh lebih mengerikan atau terasa susah hanya karena kita tak tahu banyak tentang itu. Ketika kita sudah mengetahui fakta sebenarnya, kita langsung membanting pensil dan berkata, “Oh, ternyata begitu doang.” “Oh, kalau begitu aku pasti juga bisa.” 

Masalahnya, kita seringkali meremehkan atau lupa dengan hal sekecil ini, sehingga persiapan kita menjadi tidak maksimal. 

Ketiga: Mental Kuat, Performa Aman.  

Mental juga merupakan salah satu faktor penting (bahkan paling penting) ketika kita beraksi di lapangan. Ketika mental sudah ciut, maka sejago apapun kamu dalam hal tersebut akan tetap tak ada gunanya.

Poin ini tentunya berkaitan dengan poin pertama. Butuh banyak pembiasaan dan simulasi yang mumpuni untuk menjadi seorang bermental kuat. 

Kita ibaratkan saja dengan seorang petarung. Petarung ini sudah berlatih untuk bertarung selalam 5 tahun. Ia sudah hafal berbagai jurus bela diri dan sudah melatih fisiknya menjadi sangat kuat. Tapi selama latihan tersebut, ia tak pernah bertarung dengan lawan asli. Ia hanya berlatih dengan boneka dummy atau samsak. 

Ketika ia dihadapkan dengan lawan sesungguhnya, ia terkejut dengan lawannya yang sangat kuat, bisa memukul sangat keras, berkelit sangat cepat dan mampu menangkis segala serangan. Tak seperti boneka dummy atau samsak yang tak pernah melawan.

Si petarung yang tak pernah menghadapi lawan sesungguhnya tersebut ketakutan, pikirannya kacau dan tak mampu berbuat apa-apa selain melindungi kepalanya, membiarkan dirinya dihabisi oleh sang lawan. Kalah. 

Singkat cerita, ternyata sang lawan hanya mempersiapkan dirinya selama 2 tahun. Tapi ia lebih rajin sparring dengan kawan latihannya. Alhasil, ia lebih tahan pukulan dan bantingan karena ia sudah jauh lebih terbiasa dengan hal tersebut. 

Next Post

Previous Post

Leave a Reply

© 2025 ziyad syaikhan

Theme by Anders Norén