Sore itu, aku sedang berada di tepi jalan, di sebuah warmindo kecil dengan free wifi-nya. Posisi kami saat itu sedang jamkos, sehingga bisa langsung keluar kelas. Aku menyantap seporsi mie goreng spesial lengkap dengan cabe, telur dan sawinya. Sedangkan kawanku duduk di seberang meja asyik menghisap udutnya, matanya menerawang ke jalan, menonton kendaraan yang berlalu-lalang.
Sekian menit hanya berada dalam hening, kawanku menceletuk, “Kita kalau sering gini..” sambil memeragakan tangan yang beronani, “Memang bakal bikin botak ya?” aku mengangguk pelan, mulutku sibuk mengunyah suapan terakhir. Dia ber-oh pelan, menghisap sisa udutnya hingga habis.
“Kayaknya gara-gara itu aku mulai botak ya, Le?” dia meraba bagian rambutnya yang mulai memudar. Rambutnya gondrong, tapi bagian tengahnya mulai rontok. Aku mengangguk lagi. Sebenarnya aku cukup kaget ketika dia tiba-tiba menanyakan hal tersebut yang selama ini dianggap tabu dan juga secara tak langsung mau mengakuinya, tapi justru aku malah senang, karena dengan dirinya membuka sisi gelapnya tersebut, berarti ia ingin berubah.
“Memangnya kau begitu, Bro?” tanyaku memastikan, ia mengangguk kecil. “Aku dah seringkali pengen berhenti, Le, tapi susah kali. Tiap berusaha berhenti, bukanya nafsunya hilang malah makin menjadi.” ia menatap lantai, aku diam menyimak.
“Misalkan aku mau berhenti, nanti sudah berhasil lewat tiga hari nggak gitu, pas hari keempatnya tiba-tiba kayak nggak bisa nahan gitu, Le. Akhirnya ya balik lagi ngelakuin itu. Dan itu berulang, Le. Capek kali aku.”
Aku terdiam sesaat, merasakan empati mendalam kepada dirinya, karena dahulu aku juga sempat berada dalam fase tersebut dan alhamdulillah bisa menjadi salah satu dari survivor yang berhenti dari candu mengerikan itu.
“Aku seneng kamu mau speak up masalah ini, Le. Ini berarti kamu mau berubah jadi lebih baik dan itu nggak papa. Nggak usah malu untuk berubah.” aku mengapresiasi dirinya, menepuk pundaknya.
Kemudian aku memberikan beberapa tips untuk berhenti dari candu tersebut.
Pertama: batasi penggunaan sosmedmu, atau bahkan hapus sama sekali. Karena seringkali, pancingan dan pemantik nafsu ya kita dapatkan dari scrolling sosmed. Apalagi kita tak bisa mengontrol konten macam apa yang akan muncul di feed kita, sehingga seringkali konten yang memancing itu muncul secara tiba-tiba. Diri kita yang lengah akan termakan dengan nafsu tersebut dan jika tak segera sadar akan beneran melakukan itu lagi.
Jika kamu masih percaya diri mampu mengendalikan sosmedmu dan tahu betul mengenai karaktermu, maka silakan lanjut bersosial media. Namun jika kamu adalah tipe yang sekalinya nafsu langsung hilang akal sehat, hilang kendali, o la la, sebaiknya kamu hapus dulu sosmedmu sementara. Tidak apa, ini untuk kebaikanmu.
Kedua: kabur segera jika kamu sedang terpantik. Kabur dalam versiku ada beberapa tahap. Ketika kamu sedang asik bersosmed dan tiba-tiba lewat sebuah konten dari seorang wanita bohay aduhay semlehoy berjoget letoy, kemudian terpancinglah dirimu, maka hal pertama yang kamu harus lakukan adalah tutup sosmedmu dan matikan handphonemu. Bukan sekedar mematikan, tapi di shut down, sehingga handphone benar-benar mati. Selanjutnya, masukkan handphonemu ke lemari atau taruh di tempat-tempat tertutup yang tak terlihat olehmu.
Selanjutnya? Cari aktivitas yang bisa mengalihkan fokus dan pikiranmu, dan aku sarankan untukmu melakukan aktivitas fisik. Segera push up misalnya, seperti sabda dari dokter Tirta, “Nguacheng? Push up!” atau kamu bisa langsung keluar rumah (tentu tanya tanpa gawai ya), berjalan kaki, tak peduli ke mana arahnya, yang penting jalan kaki. Kedua aktivitas tersebut adalah jurus andalanku dulu dan terbukti efektif.
Ketiga: memberi tahu orang terdekat dan meminta dukungan serta bantuan dan juga berdoa. Jujur saja, aku tak melakukan ini dahulu, karena aku terlalu malu dan memang tak memiliki orang yang bisa ku ajak bicara. Tapi untukmu, aku yakin kamu memiliki orang terdekat, entah keluarga, bestie atau bisa juga langsung konsultasi ke psikolog yang memang ahlinya, jika mau merogoh kocek sedikit.
Setidaknya, kita harus sadar diri bahwa kita tak akan mampu jika hanya mengandalkan diri sendiri. Kita adalah makhluk sosial yang memang ditakdirkan untuk saling membantu dan membutuhkan, maka bicara dan berceritalah mengenai situasi yang mencekikmu saat ini.
Kita juga kudu sadar diri bahwa kita adalah seorang hamba, maka berdoalah dan mendekat kepada Tuhan yang maha pengasih, maha penyayang dan maha pengampun. Betapa sombongnya kita jika hanya mengandalkan diri sendiri, sedangkan Tuhan semenjak lama menunggu doa kita di atas sana.
***
Usai mengutarakan tiga poin tersebut, kawanku tersebut mengangguk. Ia menenggak sisa kopinya, kemudian bangkit. Kami berboncengan kembali menuju bangunan kampus. Di tengah jalan, aku menepuk pundaknya.
“Mantap, Le. Kalau kamu ada apa-apa, ngomong aja ya. Insya Allah aku bakal bantu semampuku. Nggak usah malu.”