Biasanya, dalam seminggu aku pergi ke sebuah lapangan untuk olahraga rutin. Aku memilih lapangan itu hanya karena tahu ada bar pull up-nya(kalo nggak tahu search aja). Biasanya aku ke sana hari Rabu, Kamis dan Sabtu secara rutin. Hanya saja karena saat ini aku sudah terikat dengan jadwal kuliah, aku hanya bisa pergi ke lapangan itu hari Sabtu dan Ahad saja. Sekedar olahraga otot saja. Niatnya biar nggak kurus-kurus amat.
Terlepas dari itu, aku bukan mau bahas tentang olahragaku apa atau seperti apa perjuanganku merubah berat badanku yang dari 40 kg menjadi 64 kg tanpa suplemen aneh-aneh itu. Aku mau bahas hal lain yang berkaitan dengan olahragaku.
Pernah suatu saat ketika aku di tengah istirahatku, aku duduk di kursi taman yang ada di situ. Menunggu ototku melemas. Ketika itulah beberapa gadis lewat di sampingku. Aku tak tahu apakah ia seumuran denganku atau lebih kecil karena aku tak berani melirik. Dari balik earphone, aku bisa mendengar mereka saling berbisik dan menggoda,
“Eh, coba kenalan gih, lumayan lho..” Ujar salah satu gadis. Temannya tertawa kecil, mendorong balik temannya.
“Kamu aja yang kenalan.” Katanya menggoda. Awalnya aku tak peduli dan tak berpikir macam-macam. Barulah ketika aku menyadari bahwa tak ada laki muda lain di situ dan hanya bapak-bapak di sekelilingku, aku terpikir, “Tadi mereka ngomongin siapa?”
Tambah yakin lah aku ketika gadis-gadis itu mendadak berhenti di dekat tempat aku berolahraga. Entah sengaja atau apa, aku bisa melihat kalau mereka melirik diriku. Aku cuman bisa bertanya-tanya,
“Mereka ngeliat apa sih di aku?” Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi menjauh dari situ, karena risih dengan tingkah laku mereka.
Jujur saja, kejadian ini tak hanya sekali saja dan tak hanya di tempat itu. Intinya, aku seringkali macam ingin digoda atau sekedar dilirik. Yang aku rasakan, aku macam dicabuli.
Hingga aku ingat kalau Ibu pernah bilang, “Ziyad itu harus sadar kalo kamu itu punya tampang-” Maksudnya adalah aku punya wajah yang lumayan menarik (masya Allah biidznillah). Dari situ, aku mulai berpikir.
Apakah ini nikmat? Jelas, ini merupakan nikmat. Apakah ini ujian? Jelas, ini juga merupakan ujian dan bisa menimbulkan fitnah kalau kita salah menggunakannya.
Inilah yang aku hendak bahas. Dalam suatu karunia, ia pasti selalu mengandung nikmat dan juga ujian. Akan jadi barokah atau jadi musibahnya suatu karunia adalah tergantung bagaimana kita menjaga diri dan juga menahan diri.
Baik, contoh simpelnya menggunakan kasus aku tadi. Misalnya seseorang diberi karunia paras wajah yang indah dan menarik, entah laki atau perempuan. Sebutlah A, ia punya wajah bagus. Tentu kita tahu kalau otomatis, akan banyak lawan jenis yang tertarik dengannya. Banyak yang betah memandanginya, ada yang mengambil fotonya dan paling parah adalah mencoba mendekatinya. Mengajak berkenalan.
Lalu apa yang akan dilakukan oleh A? Ketika ia dihampiri seperti itu dan didekati, ia menolak semuanya, menjauh dan berkata, “Maaf, aku tak bisa melakukan ini.” Maka ini adalah definisi dari menjaga diri. Ia telah mengerti bagaimana menjaga karunia yang diberikan kepadanya oleh Tuhan dengan baik.
Jika saja ia mau, ia bisa dengan mudah menerima ajakan sang lawan jenis itu dan kita pasti tahu kalau semua itu akan berujung kepada maksiat yang entah akan sampai mana.
Tak usah lah begitu. Dengan si A menyadari kalau ia mempunyai paras indah, ia bisa saja menggunakan kesempatan itu berbuat semena-mena. Ditambah kita hidup di zaman dengan beauty privilege yang tinggi sekali, harga diri seseorang kadang hanya dilihat dari indah atau tidaknya wajah. Enak. si A bisa saja mengambil banyak kesempatan berbuat banyak hal, hanya dengan mengandalkan wajahnya.
Tapi tidak. Ketika ia sadar bahwa wajahnya adalah karunia tuhan yang tentunya sangat tak pantas jika ia gunakan untuk berdosa, maka ia tak menggunakan kesempatan itu. Ini adalah yang dimaksud dengan menahan diri.
Begitu pula dengan nikmat-nikmat yang lainnya. Semuanya adalah soal, menahan dan menjaga diri. Mau apapun semua karunia, pasti ada ujiannya.