Semua progress itu bergantung seberapa lama kita bertahan pada medan pertempuran itu. 

Sebagai gambaran mudahnya, aku akan ceritakan prosesku membentuk tubuhku yang tadinya sangat kurus, ceking dan kering menjadi lebih berisi dan berbentuk.

Aku mulai memutuskan untuk membentuk tubuhku pada saat diriku masih kelas 6 SD. Masih sangat awam, nggak tahu apa-apa. Yang ada di otakku saat itu hanya bagaimana caranya biar perutnya sixpack. 

Olahraganya? Wah, lucu sekali. Aku hanya berbaring di kasur, kemudian melakukan sit-up. Berkali-kali. Tapi lumayan, beberapa bulan, keliatan progress dikit. Perutku jadi ada bentuknya samar-samar. Tapi cuman perut. Sisa badan yang lain? Sama aja kurusnya. 

Lebih lucunya lagi adalah aku masih ingat alasan pertamaku saat itu mengapa aku ingin olahraga; Aku ingin terlihat keren di depan cewek.

Harus diakui, aku malu mengingatnya. Apalagi memang saat itu aku mempunyai seseorang yang memang aku sangat suka. Yah, cinta bekantan yang terjadi pada anak-anak puber. Wajar. 

Tapi ya itu. Olahraganya cuma satu: Sit up di kasur. 

Aku masih ingat ketika aku suatu hari main ke kolam renang bersama keluargaku. Aku di foto oleh ummiku dalam keadaan shirtless. And you know.. Aku berusaha semaksimal mungkin agar perutku terlihat berbentuk di situ. Karena masih nanggung ototnya, aku harus bungkuk dikit biar kotaknya itu keluar. Setiap aku ngeliat foto itu sekarang, aku selalu menertawakan diriku saat itu dan menghinanya macam menghina orang lain.

Uniknya, aku ternyata tetap berusaha untuk konsisten membentuk tubuhku semenjak saat itu. Aku mulai mendalami sedikit demi sedikit. Ditambah banyak inspirasi dari para atlet yang aku tonton dari luar negeri, aku mulai tercerahkan. 

Masuk SMP, badanku masih bisa dibilang sangat kurus. Tapi untuk bentuk, yah, belum bisa dibilang bagus juga. Tapi untuk seukuran anak SMP anyar, aku sudah bisa menyombong di hadapan kawanku. 

Kebetulan saat masa awal pondokku merintis, kelas ikhwan dan akhwat masih dijadikan satu dan hanya dipisahkan dengan tabir. Kita masih bisa mengobrol satu sama lain. Saat itu masih bukan masalah, karena kami memang masih kecil. Nah, aku masih ingat ketika suatu saat aku belajar bahasa inggris, ada salah satu akhwat yang mengomentari tubuhku (Jujur ini memalukan), “Ih, Ustadzah, Ziyad kok kurus banget si..?” 

Nggak hanya sekali, oknum itu berkali-kali menyebut diriku kurus. Menyakitkan, tapi itu menambah api semangat dalam diriku untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Tiga tahun, aku lulus dari SMP itu, aku sudah mempunyai tubuh yang lebih baik lagi, alhamdulillah. 

Hari ini, tepatnya ketika aku berumur 16 tahun. Berarti aku sudah melatih tubuhku selama 4 tahun. Aku sudah mempunyai tubuh standar untuk anak SMA seumuran diriku. Kekuatan dan performa olahragaku juga sudah jauh di atas diriku yang lama.

Diriku yang dulu tak pernah tahu kalau aku akan bisa mencapai titik ini. Ketika aku memutuskan untuk memulai olahraga, aku hanya bertekad untuk berolahraga tanpa mengharapkan hasil apa-apa. Yang aku lakukan hanya konsisten sambil terus belajar. 

Tanpa disadari, semuanya berkembang begitu saja seiring waktu. 

Begitu pula hal lainnya. Dalam sebuah perjalanan mencapai sesuatu, kita hanya butuh tiga elemen utama ini; Konsisten, belajar dan sabar. 

Tak usah mengharapkan hasil yang instan. Semua pencapaian yang kamu harapkan itu akan datang pada saat yang tepat. Dan saat yang tepat itu hanya akan datang ketika kamu mau menjalani proses panjang sebelumnya.

Mau bagaimanapun, perkembangan sekecil apapun setiap hari tetaplah sebuah progress yang patut dihargai dan diapresiasi. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *