Sejarah Singkat
Penjelasan singkat dari Tuhfatul Athfal; ia merupakan matan yang membahas tajwid secara singkat dalam bentuk bait-bait syair sebanyak 62 bait. Sang penyusun bernama Syaikh Sulaiman bin Husain bin Muhammad Al-Jamzury
“Al-Jamzuriy” adalah nama salah satu kampung yang dinisbatkan pada kampung asal atau kampung kelahiran Syaikh Sulaiman bin Hasan bin Muhammad di Mesir, dekat daerah Thanthaa. Beliau lahir pada bulan Rabiul Awal Tahun 1160-an, mengambil ilmu dari banyak guru, dan terkhusus belajar ilmu tajwid dan qiroah dengan Syaikh Nuruddin Al Mihiy.
Diantara karangan Syaikh Sulaiman bin Hasan bin Muhammad Al Jamzuriy selain Kitab Matan Tuhfathul Athfal adalah Fathul Aqfal Fi Syarhi Tuhfatil Athfal dan Fathurrahmaaniy fi Qiroatil Qur’an.
Ceritaku
Sebenarnya aku sudah mengenal matan Tuhfatul Athfal ini semenjak aku masih kecil. Orangtuaku seringkali menyetel audio Syaikh Al-ghamidi yang membaca matan itu berulangkali. Aku pun ‘sempat’ menghafal sedikit sebagian dari bait-bait matan, yang mana hanya pembukaan saja.
Perjalanan seriusku dalam menekuni matan ini dan mensyarah-nya dimulai ketika aku masuk ke jenjang SMP di sebuah pondok yang pada saat itu baru merintis di sistem pondoknya. Namanya MIT SAQU Ibnu Mas’ud. Untuk profil pondok bisa di cek di Youtube Channel Yufid.TV yang berjudul “Bersama Sahabatku di Taman Al-Quran.”
Di sana, aku bertemu dengan guru pertama saya setelah orang tuaku; Ustadz Izzuddin Akbar hafidzahullah ta’ala. Beliau orang yang pertama kali mengajari aku berbagai macam inti ilmu dari al-quran. Beliau yang membuatku merasakan bahwa perjuangan menghafal al-quran itu sama beratnya dengan latihan Shaolin yang dirasakan oleh para Monk muda di kuil tinggi sana.
Karena beliau sangat menekankan tajwid dalam al-quran (bahkan beliau lebih mendahulukan kualitas bacaan terlebih dahulu daripada jumlah hafalan. Karena memang pada dasarnya yang kita cari dari alquran adalah pahalanya. Semakin berkualitas suatu bacaan, maka akan semakin besar pahala yang didapatkan) kami diminta untuk mendalami matan Tuhfatul Athfal ini.
Tiga tahun lamanya, aku belajar dengan beliau. Jujur, aku tak terlalu paham dengan semua materi yang beliau ajarkan. Serius. Karena ternyata syarh (penjelasan garis lebar) dari matan ini lebih kompleks dari yang kukira.
Di akhir-akhir masa aku belajar dengan beliau, aku sempat dipanggil ke ruangannya, berbicara empat mata dengannya. Intinya, beliau berharap agar mempunyai murid yang bisa jadi pewaris sanadnya. Ya aku hanya mengangguk-angguk saja, tapi aku tetap berusaha sebaik yang aku bisa.
Singkat cerita, aku tak mendapat nilai cukup di ujian akhir. Beruntung, kawanku lah yang akhirnya mendapat sanadnya. Ya aku juga nggak kecewa amat, karena aku sudah menganggap diriku tak mampu. Karena poin yang aku pahami, ustadzku hanya ingin mempunyai pewaris sanad. Siapapun yang menerima sanad, itu tak penting.
Waktu berlalu.
Aku sempat meniti jalan di pondok pesantren Hamalatul Quran selama setahun, sebelum akhirnya aku kelaur karena suatu alasan. Bukan karena aku membuat pelanggaran, melainkan program belajar di pondok yang tak efektif dan tak sesuai harapan lah yang membuatku dikeluarkan.
Sekarang, aku menempuh jenjang kuliah di Mahad Ali Jogja dalam rangka menekuni bahasa Arab. Juga aku fokus mulazamah online dengan seorang Syaikh dari Jazair bernama syaikh abdurrazzaq lembarky.
Alhamdulillah, pada tanggal 29 November 2023, aku secara resmi diberikan ijazah sanad olehnya setelah beberapa hari sebelumnya menyetorkan hafalan matan kepada beliau secara ghaib atau tanpa melihat buku. Alhamdulillahnya lagi, aku mendapatkan sanad dari jalur tinggi, dilihat dari jalur sanad kepada syaikh Sulaiman al-Jamzury, aku adalah orang kesembilan.
Semoga ilmu ini bisa bermanfaat untuk umat muslim lain kedepannya.